Rabu, 23 April 2014

ANEKDOT

MULUTMU!




Selasa legi, 7 Maret tahun 2007, tepat pukul 07.00, Birman dipanggil Tuhan. Orang-orang datang melayat, memberi penghormatan terakhir bagi Birman sebelum dia diantar ke kampung kehormatan.

Orang-orang tidak mengira, Birman yang muda dan ganteng itu mati muda. Padahal embahnya yang sudah berumur 92 tahun masih bugar. “Kasihan dia, belum kawin sudah meninggal, “celetuk seorang teman almarhum.
“Apa hubungannya antara kawin dengan mati muda?” tanya Oghi sambil berbisik-bisik.
“Hus bego amat kamu! Ya, jelas belum merasakan surga dunia, “ jawab temannya sambil mendekatkan jari telunjuk di depan mulutnya.

Tepat pukul 13.00, jenazah Birman siap diberangkatkan. Upacara pemberangkatan pun dimulai. Pak modin maju menuju sound. “Para pelayat semuanya yang saya hormati, untuk terakhir kalinya saya minta kesaksian apakah semasa hidupnya Birman ini baik atau baik? Sampai diulang tiga kali, yang langsung ditimpali sebagian besar pelayat dengan koor “baiikk”. Hanya teman-teman almarhum sendiri yang kelihatan kurang percaya.

Jenazah dimasukkan ke liang lahat dan dan semua pelayat pulang.
“Jeddaar!” Malaikat penjaga kubur datang menghentakkan kakinya. sambil bertanya “man rabbuka?”
Birman kaget seketika dan dari mulutnya ceplos “… “. Tiba-tiba teriakan kesakitan melingking panjang keluar dari mulut Birman. Malaikat baru saja memukulkan gada sebesar pohon pisang ke dada Birman. Birman yang telah tak berbentuk menyembah-nyembah malaikat.
“Aduuuuh, ampuuun! Maafkan hamba. Kemudian malaikat mengajukan pertanyaan lagi sambil menggertak “Man nabiyuka?”
“Ce … .” Belum selesai jawaban, sebuah  pukulan gada sebesar pohon pisang kembali menggepengkan tubuhnya yang sudah kerempang. Sekarang tubuh Birman persis seperti kerupuk yang dijemur.

“Apakah kamu di sekolah tidak pernah diajari agama?”
“Pernah, Malaikat.”
“Siapa nama guru agamamu?”
“Pak Basyir, “jawab Birman sambil memegangi lutut malaikat.
“Apakah ada guru lain, yang mengajarimu kebaikan? Jawaaab!” sambil melepaskan kakinya dari pelukan Birman dengan kasar.
“Ada, Mmma malaikaat, “sambil berusaha bangun.
“Siapa namanya!” bentak malaikat.
“Pak Sartono."
"Pak Sartono yang mana?" Di dunia ini banyak Sartono!"
"Sartonoo Jaaayyyaaa.”

“Apakah mereka, para gurumu, pernah mengajarimu berkata-kata yang tidak senonoh?”
“Tii … daak, Malaikat. Sumpah tidak!”
“Lalu siapa yang mengedrill mulutmu ini sehingga sangat fasih dengan kosa kata itu, “ sambil menampong mulut Birman dan Birman pun gelangsaran. Mengapa engkau tidak meniru ajaran gurumu atau teman-temanmu seperti Monita, Soleha, Hanif, Rivanda untuk berkata-kata yang baik. Akan tetapi, engkau justru meniru, Oghi, Moko, Purnomo, kelompok orang-orang yang kurang ajar itu. Ingat mereka pun kalau mulai sekarang tidak mau berubah, sudah kusiapkan gada pemukul sebesar pohon kelapa. Biar sekali tebas langsung hancur.

“Masih ingatkah ketika hatimu kesal ataupun kamu lagi marah mulutmu mengucapkan apa?” “Ayo Jawaaab!”
“As…, “Malaikat.”
“Masih ingatkah ketika kau kesandung, kata apa yang paling sering kau ucapkan?” “Ayo Jawaab!”
“Ce…., “Malaikat. Bess, secepat kilat tamparan malaikat membuat mulut Birman berdarah-darah.
“Ampuun, Malaikat, beri kesempatan kepadaku untuk bertobat. Sekarang aku ingin menghiasi mulutku dengan ucapan-ucapan yang bagus. Aku juga akan berdoa semoga teman-temanku, Oghi, Moko, dan lain-lain segera bertobat dan tidak menjadikan hewan-hewan itu sebagai piaraan yang menghiasi mulutnya.
“Semuanya sudah terlambat!  Berdoalah saja untuk dirimu sendiri.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISI-KISI US 2022

      Bijak Menyikapi Kisi-Kisi                                                             (oleh Sartono Jaya)           A lhamdulill...