Usai sudah perhelatan kecil yang bernama ulangan tengah
semester (UTS). Sebagian siswa sudah menerima hasil kerja keras selama ulangan.
Respon siswa pun beraneka ragam. Ada yang gembira setengah mati karena nilainya
lulus. Sebaliknya, ada yang duduk termenung karena tidak lulus. Ada pula yang
menyikapinya biasa-biasa saja.
Nilai yang disimbolkan dengan angka adalah gambaran atau
potret kinerja kita. Apabila semuanya wajar, nilai memang bisa merupakan potret
kinerja. Namun, permasalahannya kewajaran itu sudah jauh, bahkan teramat jauh
dari kita. Ya, katakanlah dunia ini atau barangkali kita ini sebagian besar
sudah kentir. Akibatnya, banyak dari nilai yang kita peroleh bukan merupkan
gambaran asli kinerja kita. Banyak siswa yang nilainya sudah di atas KKM,
tetapi sebenarnya mereka belum layak mendapat nilai seperti itu. Ya, bagaimana
tidak atau belum layak kalau dalam mengerjakan soal mereka masih tengak-tengok
sana-sini. Kalau perlu mendoakan supaya pengawas ulangan keluar atau sibuk
dengan aktivitas lain. Intinya: supaya dapat mengopi jawaban teman dan nilai
mejandi baik.
Ketika kita mendudukkan nilai pada tempat tertinggi, bahaya
yang timbul adalah selamanya kita akan menjadi siswa PALSU. Berwajah satria,
tetapi denawa alias BUTO. Selain itu, kita tidak akan pernah menjadi siswa yang
maju. Otak kita menjadi tumpul dan tidak punya syahwat untuk maju.
Oe, anak-anakku! Kamu harus mengubah diri. Luruskan NAWAITUmu.
Belajar itu niatnya mencari ilmu, tidak mencari nilai. Yang penting adalah
seberapa kamu bisa, mengerti, paham. Masalah nilai nanti akan mengikuti. Dengan
demikian, ketika kita belum paham, kita akan bertanya mencari tahu. Namun, jika
nilai yang menjadi tujuan, orang cenderung cuek untuk bertanya meskipun kurang
paham. Sebab, nilai yang diperolehnya sudah TUNTAS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar