Jumat, 28 November 2014

PANDUMU!

MAN JADDA WA JADA
(oleh Sartono Jaya)
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4
 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
18.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok hari; dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Hasyr: 18).
Saudara-saudaraku, Gusti Allah, Tuhan kita, Kekasih Abadi kita, menginstruksikan supaya kita mempersiapkan diri untuk perjalanan esok hari. Bukannya tanpa maksud kalau Allah menginstruksikan hal demikian. Sebab, di balik itu tentu Allah sudah menyiapkan bonus yang berlimpah-limpah kepada hamba-Nya yang taat.
Saudaraku, tidak lebih dari sepekan mendatang, tepat mulai 3 Desember 2014, kita akan menghadapi hajatan besar berupa ulangan akhir semester (UAS). Sebagai gawe yang bersifat rutin, mestinya siswa sudah cerdas mengantisipasinya. Namun, masih banyak siswa yang  tidak mengambil ancang-ancang menyambut datangnya UAS. Mereka masih santai-santai, leha-leha, padahal Allah telah memberikan warning sebagaimana tertulis dalam Quran surah, Al-Hasyr: 18 di atas.
Saudaraku, saya yakin tidak ada siswa jahlun di sini. Yang ada adalah siswa yang kurang bersyahwat dalam menghadapi UAS. Sementara Anda  menginginkan nilai yang tinggi sebagai modal masuk perguruan tinggi, tetapi jihad Anda belum maksimal. Padahal jelas sekali “man jadda wa jada”, man ‘sapaning wong’ jadda ‘kang temen-temen’ wa jada ‘lan dheweke bakal sukses’.
Ayo, dulur-dulur persipakan diri dengan baik. Ini saya berikan panduan supaya kamu tidak tersesat di jalan. Berikut ini adalah “anu” UAS  untuk kelas XII: gagasan utama paragraf, kalimat utama, kalimat penjelas yang yang tidak mendukung kalimat utama, menyusun kalimat acak menjadi paragraf, kalimat fakta, kalimat opini, simpulan paragraf,    makna istilah, kalimat tanya yang sesuai dengan isi bacaan, kalimat pembuka diskusi yang tepat sesuai  topik, kalimat tunggal dan majemuk, konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, kata penghubung antarkalimat, pantun, gurindam, kata ulang, makna kata ulang, penggunaan kata ulang, kata baku-tidak baku, kata berimbuhan, judul karya tulis, ungkapan, dan peribahasa, surat lamaran (alamat, pembuka, pemerian, isi, penutup), surat dinas/undangan, kalimat persuasif pidato, paragraf deduksi-induksi (generasilasi, sebab akibat, analogi), resensi buku, unsur intrinsik cerpen.
Tinggal sekarang silakan Anda memprediksi sendiri soal yang bakal keluar kiranya seperti apa. Dengan berbekal pengalaman tahun-tahun lalu, para siswa mestinya bisa meramal soal dan mengantisipasinya dengan tepat. Carilah referensi untuk menguak materi-materi yang masih misteri. Misalnya, meminjam buku di perpustakaan, membuka catatan, atau bahkan bertanya langsung kepada sumber hidup, yaitu Pak/Ibu Gurumu.
Kalau obor sudah dinyalakan begini Anda masih belum bisa menemukan “jalan menuju terang” itu, berarti sampeyan pancen bocah ndableg!
Sartono Jaya, Wates Magelang, bakda isya, 28 November 2014

RESENSI

MENUJU MUSLIMAH KAFAH

(oleh Sartono Jaya)

Buku 101 Alasan Mengapa Saya Pakai Jilbab ini layak disebut sebagai buku yang “cilik barange gedhe kasiate”. Sangat berbeda dengan kita: cilik wonge gedhe ngeyele. Betapa tidak, buku ini hanya berukuran 10 x 13 cm (kecil), tetapi mengandung banyak hal, ratusan alasan mengapa seseorang memakai jilbab.
Buku yang diterbitkan oleh Assaduddin Press pada tahun 2003 ini dieditori oleh Abu Fathan. Buku mungil yang terdiri atas 40 halaman ini berisi kumpulan argumen atas berbagai suara sumbang terhadap para wanita yang berjilbab. Semua argumen dari 1 sampai dengan 101 dikemas dalam bahasa yang komunikatif sehingga mudah dicerna oleh kalangan muda. Contohnya, alasan pertama saya memakai jilbab adalah bukan sok-sokan, juga bukan untuk gaya-gayaan, bukan juga karena latah ikut-ikutan (marhalah pertama, halaman: 9). Hal ini rupanya disadari betul oleh penulisnya, yang memang sengaja menjadikan anak muda sebagai sasaran bidikan buku ini. Oleh karena itu, tak heran kalau bahasanya terkesan lebih ngepop.
Dibandingkan dengan buku-buku lain yang sejenis, buku ini mungkin kurang ilmiah. Sebab, definisi, pembahasan, analisis, dan simpulan yang merupakan trade mark ilmiah tidak bakal ditemukan dalam buku mungil ini. Namun demikian, buku ini lebih mudah dicerna, lebih dialogis. Hal-hal yang dikemukakan lebih bersifat faktual di lapangan. Misalnya, Anda memakai jilbab, apakah sudah ada izin dari pihak sekolah? Apakah sudah ada izin dari orang tua? (Marhalah 4, halaman: 18). Pemaparannya tidak bertele-tele, meskipun terkesan kurang ilmiah.
Kehadiran buku ini akan sangat membantu bagi wanita-wanita muslim untuk menjadi muslimah kafah, terutama di dalam berbusana. Di tengah-tengah maraknya kemilau duniawi yang mengepung remaja muslim dan fenomena jilbos akhir-akhir ini yang telah mendegradasi jilbab, buku ini menjadi besar artinya. Bentuknya yang mungil menjadikan buku ini mudah dibawa ke mana-mana dan dibaca di mana-mana. Pokoknya, ia hadir mampu menembus waktu dan ruang. Hal ini sesuai dengan sifat anak muda masa kini yang mempunyai mobilitas cukup tinggi. Akan tetapi, bukan berarti buku ini luput dari kekurangan. Beberapa kata asing, bahasa Arab, banyak yang muncul tanpa diberi keterangan. Contohnya, kata madah, marhalah, kafah, (halaman 1, 3, 9) dan lain-lain.
Sejumlah kelemahan memang ada dalam buku 101 Alasan Saya pakai Jilbab ini sebagaimana telah dijelaskan di muka. Namun, begitu banyak kelebihan dan manfaat buku ini bagi kalangan wanita Islam, membuat buku ini sangat baik dibaca dan dimiliki oleh para wanita muslim. Para pendidik dan tokoh masyarakat pun juga perlu membaca buku ini sehingga mereka mempunyai wacana tentang pakaian muslimah yang sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya.

Kamis, 27 November 2014

SEMANGAT PAGI, BRO!

Halo Bro! Mudah-mudahan semua dalam lindungan Allah, Tuhan Yang Mahakuasa. Tidak terasa ternyata perjalanan panjang ini telah hampir mendekati bibir tepian kali. Itu artinya akan segera berakhir. Kemudian kita akan melanjutkan ke fase berikutnya. Untuk mengukur seberapa kesaktian kita guna menuju “makam” berikutnya, diperlukan yang namanya ujian atau tes.
Banyak orang stres ketika mendengar kata ujian/tes. Padahal kalau kita mau merenung sejenak, ujian itu merupakan teman kita sehari-hari. Ada orang dikasih Tuhan dengan badan yang berbobot, ada yang diberi tubuh langsing alias merit. Ada yang memiliki wajah cantik, pas-pasan, kurang cantik. Itu semua dalam rangka ujian juga. Apakah dengan semua itu, kita semakin dekat dengan Gusti Allah atau justru semakin berjarak dengan-Nya.
Kembali kepada masalah ujian, Bro. Anda pun harus menyikapinya secara wajar. Tidak perlu mumet, tegang, ataupun stres. Ujian atau tes bukanlah memedi, setan gundul, ataupun KIMCIL. Wong hanya mengulang? Apa yang perlu ditakutkan, apalagi  kalau sang mursyid telah memberikan obor padamu supaya Anda tidak tersesat jalannya. So, enjoy-enjoy saja!
Berikut ini akan saya sampaikan rambu-rambu yang perlu Anda siapkan agar perjalananmu lancar. Hal-hal yang harus Anda pelajari minimal adalah sebagai berikut. Teks laporan hasil observasi: struktur teks, gagasan utama teks, kata baku-tidak baku, kata bersinonim-antonim, jenis kata (nomina, verba, adjektiva), frasa (frasa nomina, verba, adjektiva), kalimat simpleks-kompleks, konjungsi koorfinatif-subordinatif. Berikutnya adalah teks anekdot, meliputi: karakteristik teks, partisipan, sudut pandang cerita, unsur intrinsik teks, struktur teks anekdot, kalimat dengan konjungsi yang menyatakan hubungan … .
Materi terakhir yang harus Anda siapkan adalah teks eksposisi. Antisipasi apa yang perlu disiapkan? Anda harus membekali diri dengan makna hubungan konjungsi, karakteristik teks eksposisi, struktur teks, menentukan judu teks, makna kata, konjungsi antarkalimat, makna konjungsi intrakalimat, konjungsi antarkalimat,  penggunaan pronomina,  kata bentukan dengan kelas kata verba dan nomina, kalimat tanggapan, kalimat fakta, kalimat abstraksi teks, kalimat argumentasi berdasarkan karakteristik teks eksposisi.

Sekarang tinggal terserah padamu. Rambu-rambu telah diberikan. Mau belajar ya alhamdulillah, gak sinau ya astaghfirullah. Yang jelas, kalau kita bisa mempersembahkan yang TERBAIK, mengapa harus yang TERBURUK yang kita berikan. Akhirnya, selamat bersiap-siap. JAYA!

Rabu, 26 November 2014

ANEKDOT


Dawet Ayu

Siang itu Ahad 7 Desember 2014, Pak Dumario sedang duduk santai di teras rumah. Lelaki paruh baya itu ditemani istrinya, Nindita Sagita, yang ia nikahi 17 tahun yang lalu. Mereka asyik ngobrol sesudah melaksanakan aktivitas rutin mingguan: bersih-bersih rumah.
Sepuluh menit kemudian, Rikha Ardilla, anak perempuan Pak Dumario pulang dari belajar kelompok. “Hai Mama, Papa sayang, aku pulang!”setengah teriak Rikha sambil menghambur ke pelukan papa dan mamanya.
“Rikha sayang! Kalau masuk rumah jangan lupa ya, ucapkan salam dulu.”
“Ya, Mama, “assalamualaikum, Mama-Papa sayangku! “ ucap Rikha kolokan.
“Ma, Pa, ini Rikha bawakan sesuatu. Dijamin pasti segar. Mama minum ini, nanti jadi makin cantik dan langsing.” Lalu setengah berlari Rikha ke belakang. Tak lama ia sudah kembali menenteng beberapa gelas.
“Wah, ini baru anak mama. Tahu betul kamu, mama suka dawet. Berapa banyak kamu beli, sayang?”
 “Tenang saja, Ma. Dijamin cukup. Dua yang hitam ini untuk papa dan Mas Wira. Biar mereka kuat. Lelaki kan harus strong, ya Ma? Tiga yang coklat ini, untuk kita. Ini namanya Dawet Ayu, Ma. Biar habis minum ini tubuh kita menjadi semakin cantik seperti Syahruni. Semakin cetar membahana, gitu lho Mam,”  ucapan-ucapan itu terus mengalir dari mulut Rikha.
Mereka berdua asyik menikmati dawet. Dari kejauhan terlihat lelaki yang sudah tak asing bagi mereka. Gedubrag-gedubrag hentakan kaki dan bau keringatnya yang khas sudah terdengar dan tercium dari radius 10 meter.
“Assalamaualaikum, Mama, Papa, dan adikku yang paling cantik sedunia!”
“Waalaikumsalam, “ jawab mereka serentak.
“Wah, luar binasa, lagi pesta minuman ya? Hati-hati nanti bisa ditangkap polisi.”
“Ni, kami lagi minum dawet. Dawet Ayu, kata adikmu. Ayo kamu minum. Untuk kamu yang hitam. Kata adikmu supaya badanmu kuat seperti Ade Rai dan tidak ngantukan di kelas, seperti papamu dulu.”
“Nggak mau ah, jorok!” jawab Wira sekenanya membuat kedua wanita itu terperanjat.
“Wira, apa? Barusan kamu ngomong “jorok”. Dawet Ayu ini kamu bilang jorok! Sudah gila kamu, ya?”
“E, sebentar, Bro, saya tak ngomong dulu, setelah itu silakan mau ngumpat, marah, bahkan muntah kek.” Wira terus ngomong tanpa beban. Sementara Rikha dan mamanya makin penasaran.
“Begini, Mama dan adikku sayaaaang. Mama tahu gak, dawet ini kok warnanya hitam dan coklat?”
“Ya, karena bumbunya ada campuran ketan hitam atau coklat, kali, “jawab mama dan Rikha kompak.
“Bukan itu, Bro! Saya beri tahu ya. Itu dawet warnanya hitam atau coklat karena yang meres santennya, pake KAOS KUTANG.”
Seketika itu juga kedua wanita itu langsung muntah. Butiran-butiran cendol mirip lintah kecil bercampur air coklat kekuningan yang sudah terurai di perut langsung keluar dari tenggorokannya. Lantai teras yang putih berubah warna.
“Wira, benar apa yang kamu katakan?” tanya mamanya sambil terus membersihkan mulutnya dari air dawet, “jangan-jangan kamu, Wira, sudah SABLENG!”
“Ya, begitulah Ma, kata guruku.”
“Gurumu siapa? Edan dia barangkali!” sergap mamanya kesal.
“Gak percaya? Ya, tanya sama papa. Dia kan asli Banjarnegara, negeri leluhurnya dawet.”
“Papa, ini gimana to? Bisa-bisanya situasi begini masih baca. Baca, baca, melulu, kaya gak ada waktu kali lain, “protes istrinya.
“Benar, Pa, yang dikatakan jagoan kita itu?”
Papa Dumario yang dari tadi matanya terpaku pada novel Bidadari Bidadari Surga terpaksa mengakhiri puasa bicaranya.
“Ya, 100% betul, “jawabnya santai.
“Hoeeek, “ kedua perempuan itu serentak berusaha mengeluarkan sisa-sisa dawet yang masih ada di kerongkongan dan ususnya.
“Keterlaluan, penjual dawet jorok, orang Banjarnegara gila!”
“Dengarkan, Ma, dan kau anakku yang paling cantiiiik. Nggak ada yang salah dengan penjual dawet dan juga orang-orang Banjarnegara. Mereka sangat proporsional, meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya.”
“Proporsional! Meres santan dawet pake kaos kutang kau katakan proporsional Pa. Itu namanya keterlaluan. Jorok!” protes kedua perempuan itu bersamaan.
“Papa sudah pernah observasi ke sana, melihat sendiri. Tidak ada yang aneh. Mereka olahraga pake kaos dan trining, ke masjid pake gamis dan sarung. Kondangan pake batik. Memeras santen kelapa untuk dawet menggunakan kaos kutang apa salahnya? Bisa saja mereka kepanasan, lalu membuka bajunya sehingga tinggal kaos dalamnya saja. Kalau pake batik atau jas, malah lucu, Ma, Rikha!” jelas Papa Dumario dengan tenang.
“Ooooo! “kompak mulut kedua wanita itu membentuk bulatan dan tangannya saling menuding.”
“Kamu si, Rikha CCTM, mama jadi ketularan nih.” Tanpa dikomando mereka langsung berebut gelas dawet jatah papa dan Wira yang belum disentuh dan segera meneguknya.

Sartono Jaya,Wates, Bakda Subuh, 25 November 2014

KISI-KISI US 2022

      Bijak Menyikapi Kisi-Kisi                                                             (oleh Sartono Jaya)           A lhamdulill...