MEMAKNAI PERINGATAN HARI KARTINI
(Oleh Sartono Jaya)
Rasanya pas sekali memperingati hari Kartini pada momen Hardiknas
ini. Sebab, Kartini selain dikenal sebagai pejuang kesetaraan gender, ia
sejatinya juga merupakan tokoh pendidikan. Dari pemikiran-pemikiran beliaulah
kemudian lahir embrio-embrio pengajaran perempuan di Jawa dan meluas ke
Nusantara.
Fenomena Kartinian
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwzP7hCnYmiR9tHGejvxqCJVnswEc5XdQlnsTuHeIUl6SYZt8_j7iRaiYiNSr7-sW73QOFqtA6mAkSAPl3wFn4t07mh2A0Q1g3bqrNEXozwt5PgQ1et2Kvt2BBRUgvA77ic_zXYkHOKSI/s1600/rekor-ori-hari-kartini-180415-fj-2.jpg)
Peringatan hari Kartini yang sepertinya akan turun-temurun
seperti sekarang ini, tentu boleh-boleh saja. Tidak ada yang melarang. Bagi
saya memperingati hari Kartini tidak harus demikian. Ada yang jauh lebih
penting dari itu, yakni mengejawantahkan pikiran-pikiran Kartini. Kartini adalah
pemikir revolusioner. Visinya jauh ke depan. Jadi, bagi saya Kartini jauh dari primordial.
Hal itu dapat dibaca pada tulisan-tulisan Kartini, terutama setelah beliau
berguru kepada Kyai Sholeh Darat dari Semarang. Rupanya, Kartini terkesan dengan kata-kata Minazh-Zhulumaati ilan Nuur yang berarti
“dari gelap kepada cahaya”. Dalam banyak suratnya sebelum wafat, Kartini banyak
sekali mengulang-ulang kalimat "Dari Gelap kepada Cahaya” yang kemudian
oleh E.E. Abendanon, sahabatnya di Belanda, dikumpulkan menjadi Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap
Terbitlah Terang).
Sebuah Renungan
Oleh karena itu, patut kita merenung: mana yang lebih penting
memperingati hari Kartini dengan berpakaian kedaerahan atau membangun sebuah
pemikiran lain untuk mengimplementasikan gagasan-gagasan Kartini dalam
kehidupan nyata. Misalnya, meratakan akses pendidikan bagi kaum wanita,
meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi kaum wanita, memperbaiki akses
dalam pemerolehan pekerjaan. Hal tersebut jauh lebih penting daripada sekadar
seremonial.
Kita baru saja terhentak dengan kasus kematian Selvina Amelia
Agustina, mahasiswi asal Lampung. Dia harus meregang nyawa pascamelahirkan di
kosnya tanpa ditemani oleh seorang pun. Juga kasus tewasnya Deudeuh Tata Chubby
di kamar kosnya, di Jakarta, yang dilakukan oleh lelaki pengguna jasanya. Semua
itu mewartakan bahwa kita masih menempatkan perempuan sebagai subordinat,
sebagai objek yang diperlakukan semena-mena.
Oleh karena itu, mari kita memperingati hari Kartini dengan
tindakan nyata. Kita muliakan, kita beri ruang yang layak dan bermartabat bagi
perempuan. Dengan demikian, adalah keliru besar memperingati Kartini hanya
sebatas seremoni berbusana. Lebih-lebih akhwat-akhwat yang sudah berhijab rela
menanggalkan hijabnya. Insa Allah, Kartini suka perempuan yang berhijab, yang
tetap berpegang teguh pada akidahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar