Rabu, 16 Agustus 2017

MERENUNGI GEBYAR HUT RI



GEBYAR INDONESIAKU
Pekan ini, sampai dengan tanggal 17 Agustus 2017, semua mata dan pendengaran kita memfokus pada peringatan HUT ke-72 Republik Indonesia. Hajat besar ini sungguh begitu kolosal. Melibatkan semua entitas di negeri ini dari petinggi di istana hingga rakyat jelata di RT.
Jangan heran jika kita melewati kampung-kampung akan terlihat geliat peringatan HUT RI. Umbul-umbul bernuansa merah putih berjajar rapi menghias sepanjang jalan dan gang. Demikian juga dengan kantor-kantor pemerintah dan swasta, semua bersolek menghias diri menyambut hari keramat bangsa.
Berbagai lomba yang beraroma hiburan pun digelar. Dari anak-anak, remaja, bapak-bapak, dan ibu-ibu, mereka terlibat. Dari makan kerupuk, lari karung, voli, sepak bola sarung, jalan santai, sampai lomba masak.
Berbagai even yang sengaja digelar oleh segenap elemen bangsa ini, terutama di tataran bawah, merupakan hiburan tersendiri. Mereka memang layak merefres diri dari himpitan kehidupan sehari-hari. Sebab, di golongan ini, 72 tahun Indonesia merdeka belumlah memerdekan mereka dari keterpurukan. Keteraniayaan ekonomi masih mengakrabi nasib mereka. Jadi, tak apalah tersenyum sebentar sambil menyenyumi nasib diri yang belum merdeka 100%.
Sebagai negara, Indonesia memang telah merdeka 72 tahun yang lalu. Usia 72 tahun adalah usia yang cukup “sepuh”. Usia yang seharusnya sudah menghasilkan anak dan cucu bernama kesejahteraan. Namun, hingga detik ini hal itu masih jauh dari harapan.
Kita terpaksa harus banyak ngempet dan sementara menunda menjadi rakyat sejahtera. Memang, negeri kita kaya akan hasil tambang. Tambang emas, tambang migas, tambang batu bara, semua ada di negeri ini. Akan tetapi, semua yang kita miliki itu masih dikuasai asing. Dari sekian tambang-tambang itu, di hari peringatan kemerdekaan yang ke-72 ini, kita hanya kebagian TARIK TAMBANG. 
Di sisi lain kita pun dibuat mengelus dada mengapa di negeri yang wilayah lautnya 2/3 dari luas wilayah negeri ini justru defisit garam? Semboyan kita harus JAYA di MARITIM ternyata baru menjadi penghias bibir dan pelipur lara pengantar tidur.

Ya, apa pun yang sekarang lihat dengan segala plus minusnya, inilah Indonesia kita. Negeri tumpah darah kita yang harus kita gebyarkan terus. Mari kita terus gelorakan semangat Indonesia Raya, Indonesia jaya, bukan sekadar pada gebyar seremonial, melainkan pada gebyar kerja nyata membangun menuju negeri yang gemah ripah loh jinawi. Merdeka!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISI-KISI US 2022

      Bijak Menyikapi Kisi-Kisi                                                             (oleh Sartono Jaya)           A lhamdulill...