Kamis, 09 Maret 2017

PEDOMAN UMUM EYD 3



b.
Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.


Misalnya:
Bulog
Badan Urusan Logistik
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani
Kongres Wanita Indonesia

c.
Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.


Misalnya:
pemilu
pemilihan umum
iptek
ilmu pengetahuan dan teknologi




rapim
rapat pimpinan
rudal
peluru kendali
tilang
bukti pelanggaran
radar
radio detecting and ranging


Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
(1)
Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
(2)
Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.
I. Angka dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab
 :
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi
 :
I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)

1.
Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.

Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang tidak memberikan suara.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
2.
Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.

Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia mengundang 250 orang peserta.

Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3.
Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.

Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
4.
Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.


Misalnya:
0,5 sentimeter
tahun 1928
5 kilogram
17 Agustus 1945
4 meter persegi
1 jam 20 menit
10 liter
pukul 15.00
Rp5.000,00
10 persen
US$3,50*
27 orang
£5,10*

¥100

2.000 rupiah


Catatan:
(1)
Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
(2)
Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
5.
Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar.

Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Jalan Wijaya No. 14
Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169
6.
Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.

Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 2: 3
7.
Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.

a.
Bilangan utuh


Misalnya:
dua belas
(12)
tiga puluh
(30)
lima ribu
(5000)

b.
Bilangan pecahan


Misalnya:
setengah
(1/2)
seperenam belas
(1/16)
tiga perempat
(3/4)
dua persepuluh
(0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga
(3 2/3)
satu persen
(1%)
satu permil
(1‰)


Catatan:
(1)
Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
(2)
Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.



Misalnya:
20 2/3
(dua puluh dua-pertiga)
22/30
(dua-puluh-dua pertiga puluh)
20 15/17
(dua puluh lima-belas pertujuh belas)
150 2/3
(seratus lima puluh dua-pertiga)
152/3
(seratus-lima-puluh-dua pertiga)
8.
Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.

Misalnya:
a.
pada awal abad XX (angka Romawi kapital)
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan angka Arab
pada awal abad kedua puluh (huruf)
b.
kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)
9.
Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti cara berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5).

Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an
(lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an
(tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
uang 5.000-an
(uang lima-ribuan)
10.
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).

Misalnya:
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
11.
Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak $5,000.00 (lima ribu dolar).

Catatan:
(1)
Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
(2)
Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam terbitan atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
(3)
Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.
J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Buku ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku
K. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.
Siti mematuhi nasihat sang kakak.
Catatan:
Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-kata itu diperlakukan sebagai unsur nama diri.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada Sang Kancil.
Dalam cerita itu Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan musuhnya.


III. PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.

Catatan:
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. (Lihat juga Bab III, Huruf I.)

Misalnya:
Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
2.
Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.

Misalnya:
a.
III.
Departemen Pendidikan Nasional


A.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi


B.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah



1.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini



2.
...
b.
1. Patokan Umum

1.1 Isi Karangan

1.2 Ilustrasi

1.2.1 Gambar Tangan

1.2.2 Tabel

1.2.3 Grafik

2. Patokan Khusus

2.1 ...

2.2 ...

Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.

Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)

Catatan:
Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut.
(1)
Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam.

Misalnya:
pukul 9.00 pagi



pukul 11.00 siang
pukul 5.00 sore
pukul 8.00 malam
(2)
Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.

Misalnya:
pukul 00.45
pukul 07.30
pukul 11.00
pukul 17.00
pukul 22.00
4.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.

Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5.
Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.

Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.

Catatan:
Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.
6.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.

Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.

Catatan:
(1)
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.

Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
(2)
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.

Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Salah Asuhan
(3)
Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.

Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga



Jalan Cikini 71
Jakarta
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
Adinda
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
21 April 2008
(4)
Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut.
Rp200.250,75
$ 50,000.50
8.750 m
8,750 m
7.
Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan (Lihat Bab II, Huruf H.)
B. Tanda Koma (,)
1.
Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.

Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ... tiga!
2.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.

Misalnya:
Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang memilihnya.
Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.
Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan adiknya suka membaca puisi
Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

Misalnya:
Kalau ada undangan, saya akan datang.
Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.

Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya akan datang kalau ada undangan.
Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
Kita harus membaca banyak buku agar memiliki wawasan yang luas.
4.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.

Misalnya:


Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi bintang pelajar
Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong kepada siapapun.

Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.

Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati hati, ya, jalannya licin.
Mas, kapan pulang?
Mengapa kamu diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.
6.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.)

Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."
7.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.
8.
Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.

Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Alquran
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

10.
Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.

Misalnya:
Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
11.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, S.H.
Siti Aminah, S.E., M.M.

Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).
12.
Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00

Catatan:
Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan angka desimal atau di antara dolar dan sen.
13.
Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.)

Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.

Catatan:
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit dengan tanda koma.
Misalnya:
Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.
14.
Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini.
Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.

Bandingkan dengan:
Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini dalam


pengembangan kosakata.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara.
C. Tanda Titik Koma (;)
1.
Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara.

Misalnya:
Hari sudah malam; anak anak masih membaca buku buku yang baru dibeli ayahnya.
Ayah mengurus tanaman di kebun; Ibu menulis makalah di ruang kerjanya; Adik membaca di teras depan; saya sendiri asyik memetik gitar menyanyikan puisi-puisi penyair kesayanganku.
2.
Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.

Misalnya:
Syarat syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
(1)
berkewarganegaraan Indonesia;
(2)
berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya;
(3)
berbadan sehat;
(4)
bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung.

Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan jeruk.
Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara; penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
D. Tanda Titik Dua (:)
1.
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.

Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.

Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
2.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya:
a.
Ketua
 :
Ahmad Wijaya

Sekretaris
 :
Siti Aryani

Bendahara
 :
Aulia Arimbi

b.
Tempat
 :
Ruang Sidang Nusantara

Pembawa Acara
 :
Bambang S.

Hari, tanggal
 :
Selasa, 28 Oktober 2008

Waktu
 :
09.00—10.30

3.
Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.

Misalnya:
Ibu
 :
"Bawa kopor ini, Nak!"
Amir
 :
"Baik, Bu."
Ibu
 :
"Jangan lupa. Letakkan baik baik!"
4.
Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa
E. Tanda Hubung (-)
1.
Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris.

Misalnya:
Di samping cara lama diterapkan juga ca-
ra baru ....
Sebagaimana kata peribahasa, tak ada ga-
ding yang takretak.
2.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris.

Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan sarana pertahan-
an yang canggih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISI-KISI US 2022

      Bijak Menyikapi Kisi-Kisi                                                             (oleh Sartono Jaya)           A lhamdulill...